Titin
tampak lelah dengan kehidupan nya yang semakin membuatnya bertambah tidak
waras. Sudah selama kurang lebih 6 bulan ia tak kunjung mendapatkan buku yang
akan ia pakai untuk tugas akhir sekolahnya. Titin mulai putus asa, dia mulai
susah makan dan malas untuk keluar rumah. Setiap ia keluar dari rumahnya,
tatapan acuh mulai tersirat di mata para tetangganya. Seolah olah mata mereka
bisa bicara, “hey..titin, kamu kapan lulus wisuda, payah banget kamu masa tugas
akhir nggak selesai selesai, “. Titinpun mulai membuat matanya juga berbicara,
ia pun melontarkan kata kata yang tidak sedap untuk di makan, karena saat
memasak titin lupa memberi beberapa garas dan bumbu bumbu yang lain. Ia hanya
paham akan bumbu kehidupan yang sehari hari menjadi santapan nya. Sesampai di
toko buku, ia pun hanya bisa memandangi uku itu, harga buku itu bisa di pakai
buat nyicil mobil. Akhirnya titin pun menagis di depan toko buku, tiba tiba
sang pemilik buku menghampirinya. “nak. Kamu kenapa ?? kok nggak bawa sendal ?
sendal kamu di mana nak ? “, tanya sang pemilik toko kepada titin. “saya lapar
bu, tadi buru buru ke toko buku dan saya lupa mau mandi, soalnya kamar mandi
saya bocor, air nya nggak nyala bu, “ , jawab titin. Dengan mengajak titin
masuk ke dalam toko, kemudian ibu itu memberikan mainan berbentuk mobil mobilan
kepada titin. Dan tanpa berpikir panjang, titin pun langsung berpamitan kepada
ibu iti dan lari bergegas ke bengkel terdekat toko buku itu. Dia menyervis
mobil itu dan akan di pakai dia untuk ngojek di sekitaran rumahnya. Demikian
sekilas info....
Dari
cerita di atas, sebenarnya apa yang ingin di sampaikan penulis? Apa ada
hubunganya dengan alur cerita ? hmmm....mungkin saya juga nggak tau tentang apa
yang saya tulis barusan, tapi sedikit menarik juga kalau menurut saya, kalau
sebenarnya antara titin dan ibu ibu pemilik toko itu sama sama kurang waras.
Bener nggak sih? Tapi walapun mereka kurang waras, mereka tetap bisa melengkapi
rasa kurang warasnya mereka. Kalau orang nggak waras saja bisa saling memahami
dan mengerti. Lalu kenapa orang yang jauh lebih waras nggak bisa saling
memahami?? Mungkin itu yang dinamakan ada kelebihan di balik kekurangan. Kadang
saya juga nggak ngerti, kurang waras itu di sebut kekurangan atau gimana sih?
Mungkin orang yang nggak waras selalu mengganggap kalau mereka itu waras, hanya
orang yang bener bener waras saja yang bisa membedakan orang waras sama orang
nggak waras. Haaaa...ini kok jadi ngomongin orang nggak waras segala sih.
Jangan jangan malah yang nulis juga agak nggak waras nih. Bisa jadi bisa
jadi....